Berubah itu Tidak Sulit. Kita yang Membuatnya Sulit

Coba kita jujur kepada diri kita sendiri bahwa jauh di lubuk hati yang paling dalam kita lebih takut akan perubahan daripada seharusnya.

Penolakan akan perubahan tidak akan membuat perubahan itu menghilang. Yang ada hanya akan membuatnya bertambah buruk. Apa yang kita tolak, akan bertahan.

Kita menakutkan dampak apa yang akan perubahan berikan pada kita, bukan malah berpikir apa yang harus kita lakukan karena adanya perubahan tersebut.

Perubahan adalah sesuatu yang terus menerus terjadi, sebuah evolusi. Jadi, kenapa kita harus memandangnya sebagai suatu hal menakutkan yang terjadi pada kita?

Change or Die

Kita memandang perubahan sebagai sejenis spesies yang berbahaya. Sebagai sebuah musuh yang memburu kita semua. Bukan malah memandangnya sebagai alat yang dapat membantu kita untuk berkembang, kita menakutkannya sebagai sesuatu yang akan memusnahkan umat manusia dari muka bumi.

Ada kesalahan yang biasa kita lakukan. Kita memandang keluar menjauhi zona nyaman sebagai sesuatu yang berbahaya. Padahal realitanya tidak seburuk yang kita bayangkan.

Ada sebuah tahap yang memisahkan antara zona nyaman dengan zona berbahaya. Tahap itu disebut sebagai zona pembelajaran. Hanya dengan menyeberangi kedua batas itulah kita bisa berkembang.

Meninggalkan zona nyaman bukan berarti melakukan sesuatu tindakan yang radikal. Kita bisa mengambil langkah kecil setahap demi setahap untuk melakukan eksplorasi. Perubahan tidak harus menyebabkan kerugian. Kita sedikit keluar dari zona nyaman tanpa harus membahayakan nyawa kita.

Otak kita itu seperti otot. Semakin kita melatihnya maka akan semakin baik. Mencoba menguasai bidang baru mungkin pada awalnya terasa berat, namun semakin kita sering melatihnya maka akan semakin terbiasa.

Selain itu, juga terdapat sebuah teori yang bernama The Hedonic Treadmill Theory yang menjelaskan bahwa setiap kejadian sesuatu baik itu negatif maupun positif, kita akan kembali ke emosi dasar kita. Kejadian tersebut bisa mengubah sisi emosional, tetapi setelah beberapa saat kita akan kembali seperti biasa lagi. Jadi perubahan baik itu positif maupun negatif, sebagai manusia kita mampu untuk beradaptasi.

Perubahan adalah tanda bahwa kita hidup. Dunia ini dinamis, tidak statis. Melawan kefanaan sama saja melawan hukum alam.

Mankutimma pernah mengatakan, "Bahkan jika banjir besar menyatukan laut dan menghilangkan daratan. Atau jika hutan ditutupi oleh tebalnya kabut. Jangan biarkan ketenangan batin kita pergi. Jangan juga merasa gelisah. Laut akan surut. Kabut akan menghilang. Ada akhir bagi segala hal, entah hal baik maupun hal buruk."

Kita harus terbuka terhadap perubahan. Melawannya tidak akan memberikan keuntungan yang dibawa olehnya. Pengembangan diri adalah tentang belajar, berkembang, berevolusi, dan bertransformasi secara berkelanjutan.

Berikan tempat untuk perubahan. Ketika kita menahannya, itu sama saja dengan menahan masa depan kita. Ketika kita beradaptasi, kita membiarkan pintu terbuka untuk berbagai pengalaman baru. Kita tidak bisa merubah realita yang terjadi, tetapi kita bisa mengubah sikap kita terhadap realita tersebut.

Ambil air sebagai contoh. Sebagai sebuah elemen yang paling banyak berubah di bumi. Hujan bisa menjadi berkah bagi petani, tetapi juga bisa menjadi hal yang tidak menyenangkan bagi wisatawan yang berkunjung. Besarnya ombak bisa menjadi hal yang mengasyikkan bagi peselancar, tetapi juga bisa menjadi menakutkan bagi ibu dengan anak kecilnya.

Jika kita menuang air ke dalam sebuah gelas, bentuknya akan seperti gelas. Jika kita menuangkannya ke dalam botol, maka bentuknya akan menjadi seperti botol. Air bisa mengalir dan bisa juga pecah.

Merangkul perubahan itu seperti menjadi air, kita tidak bisa mengontrol lingkungannya, tetapi kita bisa memilih bagaimana harus beradaptasi.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama